Otak Atik Ibu Kota Negara

Nurul Selen Azizah ASP
4 min readJan 23, 2021

--

“Ibu kota Negara itu satu-satunya Ibu yang dikomoditaskan oleh Warganya”

“Ibu Kota Lebih Kejam daripada Ibu Tiri” adalah hal pertama dalam benak saya mengenai ibu kota negara. Ketika saya mengetikkan kata “ibu kota” pada laman mesin pencarian, yang berada di laman paling atas adalah celotehan warga net tentang betapa susahnya hidup di ibu kota. Jika berpikiran secara global di banyak negara, ibu kota merupakan kota terbesar yang ada dalam sebuah negara dimana kota tersebut mencerminkan corak yang unik dari sisi ekonomi dan budaya masyarakatnya sehingga ibu kota memiliki peran penting dalam menunjukkan karakter sebuah negara. Meminjam istilah dari Ecky Agassi terkait jurnal “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemindahan Ibu kota Negara” bahwa ibu kota memainkan peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagaimana tidak penting, ibu kota negara sendiri bak aktor kawakan yang dapat memainkan berbagai macam peran mulai dari pusat pemerintahan, pusat kekuasaan politik dan sering kali pusat investasi. Poin terakhir inilah yang menjadikan ibu kota masih menjadi tempat yang diminati oleh warga negara. Sebagai ladang uang dimana roda investasi bertumpu pada kawasan tersebut. Hal ini menjadikan ibu kota negara sebagai magnet bagi warga negaranya, dimana warga berbondong-bondong melakukan urbanisasi ke ibukota.

Ibu kota Negara: Sang Pencuri Perhatian

Telah dibahas diatas bahwa ibu kota negara ini memegang peranan yang penting, “sumberdaya” negara seperti industri, perdagangan, bisnis semuanya dipusatkan dan ditempatkan di ibukota. Dengan beban pada pundak ibu kota yang sangat berat, maka dapat memicu adanya permasalahan pada ibu kota. Permasalahan yang sering terjadi di ibu kota adalah Pertumbuhan urbanisasi yang sangat tinggi sehingga penduduk terkonsentrasi pada ibukota. Jumlah penduduk yang membeludak pada ibukota ini akan menimbulkan permasalahan lainnya yaitu konversi lahan. Konversi lahan ini akibat dari perlu terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat berupa papan, papan yang diperlukan masyarakat dapat menggeser lahan produktif dan lahan hijau. Hal tersebut akan menimbulkan dampak lain yaitu degradasi lingkungan sehingga dapat menurunkan daya dukung lingkungan. Apabila ditarik lebih jauh lagi, turunnya daya dukung lingkungan akan mengakibatkan kerugian ekonomi untuk mengatasi hal tersebut. Hal ini telah diamini oleh Dascher pada tahun 2000 bahwa ketika sebuah kota menjadi ibukota, kota tersebut biasanya akan mengalami pertumbuhan yang signifikan dan akibatnya menghasilkan dampak demografi dan ekonomi dari kekuatan yang terakumulasi. Dampak demografi dan ekonomi yang tidak diimbangi dengan pengelolaan yang baik akan menimbulkan berbagai masalah perkotaan.

Polemik dalam tubuh ibu kota negaralah yang menjadikan segala sesuatu yang terjadi di ibukota layak dijadikan diskursus bagai semuga golongan. Isu yang berkaitan dengan ibu kota negara menjadi isu yang seksi untuk diperbincangkan di forum-forum rapat maupun warung kopi. Seperti yang terjadi pada akhir-akhir ini di Indonesia dimana wacana pemindahan ibu kota menjadi topik yang seru untuk dibahas. Di Indonesia sendiri isu terkait pemindahan ibukota mulai dilempar sejak beberapa tahun yang lalu, namun isu ini menjadi bola panas pada tahun 2019 dimana Presiden Jokowi sudah mengesahkan calon ibukota baru. Saya tidak akan membahas secara mendalam terkait pemindahan ibu kota ini, namun yang pasti isu ini menuai banyak perhatian masyarakat. Gagasan terkait pemindahan ibu kota ini sebenarnya berkaitan dengan beban yang dipegang oleh ibu kota sudah sangat berat sehingga membutuhkan solusi, salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah dengan pemindahan ibu kota. Pemindahan ibu kota ini bukan hanya sekedar proyek penghabisan anggaran negara saja namun memang harus dikaji secara matang-matang. Skenario yang disusun juga dari A-Z, proses yang perlu dilewati juga akan sangat panjang.

Masih terkait dengan isu pemindahan ibukota ini, saya pernah menanyakan pada beberapa kawan yang berdomisili di Kota Jakarta terkait isu perpindahan ini, rata-rata dari mereka mengkhawatirkan apabila Jakarta sudah tidak memiliki peran sebagai ibu kota negara. Hal ini membuktikan bahwa label ibu kota ternyata benar-benar mencuri perhatian banyak pihak. Penetapan ibu kota negara bukan hanya simbol saja, tapi akan mempengaruhi kehidupan warga negara yang tinggal di dalamnya, apalagi jika ibu kota negara memegang peranan pada semua lini mulai dari pusat pemerintahan sampai pusat perekonomian. Hal ini menjadikan pengaturan ruang ibu kota harus benar-benar dipikirkan dengan matang dan komprehensif. Masyarakat juga dapat dilibatkan kedalamnya agar semua ide dapat terakomodir.

Ibu Kota Negara Sebagai Komoditas

Membicarakan berbagai hal tentang ibu kota mengingatkan saya terhadap tulisan yang dikemukakan oleh Henry Lefebreve dalam karyanya The Production of Space mengatakan bahwa sesungguhnya tidak ada ruang yang sepenuhnya “ideal” karena ruang itu sendiri secara spasial dalam masyarakat merupakan arena pertarungan yang tidak akan pernah selesai diperebutkan. Semua pihak yang berkepentingan akan terus berusaha mencari cara untuk mendominasi pemakaian atau pemanfaatan atas suatu ruang dan mereproduksi segala pengetahuan untuk mempertahankan hegemoni mereka atas pemanfaatan ruang tersebut. Konsekuensinya adalah pengetahuan mengenai kota (the science of the city) menjadikan konsep kota hanya sebagai “objek”. Konsep ini akan sama terjadi pada ibu kota negara dimana segala sesuatu hal yang terjadi bukan hanya berpengaruh terhadap masyarakat umum yang awam tapi juga akan berdampak pada pemangku kepentingan lainnya. Karena pengaruhnya yang sangat besar ini ibu kota negara harus dapat digali peluangnya sedemikian rupa sehingga dapat mempengaruhi suatu negara. Dalam konteks komoditas, ibu kota negara sebagai penggerak ekonomi suatu negara. Ekonomi negara ini akan sangat berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Edukasi dan pelibatan masyarakat secara aktif dipandang sangat penting, khususnya agar masyarakat juga memahami konsep ibu kota baru sehingga mampu mendukung pembangunan yang akan berjalan.

catatan: pernah dibagi untuk keperluan essai

Refrensi :

Agassi, Ecky. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemindahan Ibu kota Negara. Bogor. Institut Pertanian Bogor

Campbell, S. 2004. The Enduring Importance of National Capital Cities in the Global Era. URRC

indoprogress.com/2016/01/produksi-ruang-dan-revolusi-kaum-urban-menurut-henri-lefebvre/

indoprogress.com /2011/02/kapitalisme-dan-produksi-ruang/

--

--

Nurul Selen Azizah ASP

Bukan Penikmat Kopi tapi penikmat Sherlock | Hello I am ENTJ